Download Asuhan Keperawatan PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)

Kilk DOWNLOAD untuk mengunduh file asuhan keperawatan TBC yang sudah tertata rapi di Microsoft Word .doc. Jika bingung cara downloadnya bisa klik DISINI (tutorial download file).

A.     DEFINISI/ PENGERTIAN
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.
Penyakit paru obstruksi kronik adalah suatu penyakit yang menimbulkan obstruksi saluran napas, termasuk didalamnya ialah asma, bronkitis kronis.
Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran napas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu.
Penyakit paru obtruksi menahun (PPOK) adalah aliran udara mengalami obstruksi yang kronis dan pasien mengalami kesulitan dalam pernafasan. PPOK sesungguhnya merupakan kategori penyakit paru-paru yang utama dan bronkitis kronis, dimana keduanya menyebabkan perubahan pola pernafasan (Reeves,    2001 : 41).
Penyakit Paru Obsruksi Kronik menurut Niluh G. Yasin (2003) adalah kondisi obstruksi irevisibel progresif aliran udara dan ekspirasi biasanya ditandai dengan kesulitan bernafas, batuk produktif, serta intolenransi aktifitas.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Penyakit Paru Obstruksi Kronik merupakan penyakit obstruksi jalan nafas karena bronkitis kronis, bronkietaksis dan emfisema, obstruksi tersebut bersifat progresif disertai hiperaktif aktivitas bronkus.

B.     PENYEBAB/ ETIOLOGI
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut Arief Mansjoer (2002) adalah :
1.      Kebiasaan merokok
2.      Polusi Udara
3.      Paparan Debu, asap
4.      Gas-gas kimiawi akibat kerja
5.      Riwayat infeki saluran nafas
6.      Bersifat genetik yakni definisi a-l anti tripsin
Sedangkan  penyebab lain Penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut David Ovedoff (2002) yaitu : adanya kebiasaan merokok berat dan terkena polusi udara dari bahan kimiawi akibat pekerjaan. Mungkin infeksi juga berkaitan dengan virus hemophilus influenza dan strepto coccus pneumonia.
Faktor penyebab dan faktor resiko yang paling utama  menurut   Neil F. Gordan (2002) bagi penderita PPOK atau kondisi yang secara bersama membangkitkan penderita penyakit PPOK, yaitu :
1.      Usia semakin bertambah faktor resiko semakin tinggi.
2.      Jenis kelamin pria lebih beresiko dibanding wanita
3.      Merokok
4.      Berkurangnya fungsi paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit tidak dirasakan.
5.      Keterbukaan terhadap berbagai polusi, seperti asap  rokok dan debu
6.      Polusi udara
7.      Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia dan bronkitus
8.      Asma episodik, orang dengan kondisi ini beresiko mendapat penyakit paru obstuksi kronik.
9.      Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim yang normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang yang kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia yang relatif muda, walau pun tidak merokok.

C.    EPIDEMIOLOGI/ INSIDEN KASUS
Pada studi  populasi  di  Inggris selama 40 tahun,  didapati  bahwa hipersekresi mucus merupakan suatu gejala yang paling sering terjadi  pada PPOK,  penelitian ini menunjukkan bahwa  batuk  kronis,  sebagai  mekanisme  pertahanan  akan  hipersekresi mukus  di  dapati sebanyak 15-53% pada pria paruh umur,  dengan prevalensi  yang lebih rendah pada wanita sebanyak 8-22%.
Badan  Kesehatan  Dunia  (WHO)  memperkirakan  bahwa  menjelang  tahun  2020 prevalensi PPOK akan meningkat sehingga sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya meningkat dari ke-12 menjadi ke-5 dan sebagai penyebab kematian tersering peringkatnya jugameningkat dari ke-6 menjadi ke-3. Di  Eropa,  tingkat kejadian PPOK tertinggi  terdapat pada negara-negara Eropa Barat sepert Inggris dan Prancis, dan paling rendah pada negara-negara Eropa Selatan seperti  Italia.  Negara Asia Timur seperti Jepang dan China memiliki kejadian terendah PPOK,  dengan jarak antara angka kejadian terendah dan tertinggi  mencapai  empat
kali lipat.
Pada 12 negara Asia Pasifik, WHO menyatakan angka prevalensi PPOK sedang-berat pada usia 30 tahun keatas,  dengan tingkat  sebesar  6,3%,  dimana Hongkong dan Singapura dengan angka prevalensi  terkecil  yaitu 3,5% dan Vietnam sebesar  6,7%. Indonesia sendiri belumlah memiliki  data pasti  mengenai  PPOK ini  sendiri,  hanya Survei  Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI  1992 menyebutkan bahwa PPOK bersama-sama dengan asma bronchial menduduki peringkat ke-6 dari penyebab kematian terbanyak di Indonesia.
Prevalensi PPOK berdasarkan SKRT 1995 adalah 13 per 1000 penduduk, dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 3 banding 1. Penderita PPOKumumnya berusia minimal 40 tahun, akan tetapi tidak tertutup kemungkinan PPOK terjadipada usia kurang dari 40 tahun. Menurut hasil penelitian Setiyanto dkk. (2008) di ruangrawat inap RS. Persahabatan Jakarta selama April 2005 sampai April 2007 menunjukkanbahwa dari 120 pasien, usia termuda adalah 40 tahun dan tertua adalah
81 tahun. Dilihat dari riwayat merokok, hampir semua pasien adalah bekas perokokyaitu 109 penderita dengan proporsi sebesar 90,83%.
Kebanyakan  pasien  PPOK  adalah  laki-laki.  Hal  ini disebabkan  lebih  banyakditemukan perokok pada laki- laki  dibandingkan  pada  wanita.  Hasil  Susenas  (Survei Sosial   Ekonomi   Nasional)   tahun 2001    menunjukkan bahwa   sebanyak  62,2% penduduk laki- laki merupakan perokok dan  hanya  1,3% perempuan yang merokok.Sebanyak 92,0% dari perokok  menyatakan  kebiasaannya  merokok  di dalam  rumah, ketika bersama anggota  rumah tangga lainnya,  dengan  demikian sebagian besar anggota rumahtangga merupakan perokok pasif.

D.    PATHOFISIOLOGI
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan apda dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan.

E.     GEJALA KLINIS
Gejala PPOK terutama berkaitan dengan respirasi. Keluhan respirasi iniharus  diperiksa  dengan  teliti karena  seringkali  dianggap  sebagai  gejala yang biasa  terjadi  pada  proses  penuaan.  Batuk  kronik  adalah  batuk  hilang timbul selama 3 bulan yang tidak hilang dengan pengobatan yang diberikan.Kadang- kadang pasien menyatakan hanya berdahak terus menerus tanpa disertai batuk. Selain itu, Sesak napas merupakan gejala yang sering dikeluhkan pasienterutama pada saat melakukan aktivitas. Seringkali pasien sudah mengalamiadaptasi dengan sesak  napas  yang  bersifat  progressif lambat  sehingga sesak ini tidak dikeluhkan. Untuk menilai kuantitas sesak napas terhadap kualitashidup digunakan   ukuran sesak napas sesuai skala sesak menurut BritishMedical Research Council (MRC) (Tabel 2.1) (GOLD, 2009).
Tabel  2.1. Skala Sesak menurut British Medical Research Council (MRC)

Skala Sesak
Keluhan Sesak Berkaitan dengan Aktivitas
1
Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat
2
Sesak mulai timbul jika berjalan cepat atau naik tangga 1tingkat
3
Berjalan lebih lambat karena merasa sesak
4
Sesak timbul jika berjalan 100 meter atau setelahbeberapa menit
5
Sesak bila mandi atau berpakaian





PATWAY
Patyway hanya ada di file download. Untuk download bisa klik DISINI

F.     PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1.    Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a.       Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar  dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal
b.      Corak paru yang bertambah

Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
a.       Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer
b.      Corakan paru yang bertambah

2.    Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.

3.    Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.

4.    Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.

5.    Kultur sputum, untuk mengetahui patogen penyebab infeksi.

6.  Laboratorium darah lengkap.

G.    PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1.      Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasiu gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi juga fase kronik.
2.      Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3.      Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.

Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
1.      Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok, menghindari polusi udara.
2.      Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3.      Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
4.      Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih controversial.
5.      Pengobatan simtomatik.
6.      Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7.      Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat 1 – 2 liter/menit.
8.      Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
a.       Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
b.      Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang paling efektif.
c.       Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran jasmani.
d.      Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.
e.       Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri penderita dengan penyakit yang dideritanya.


KONSEP DASAR TEORI ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK
(PPOK)

A.    PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :
1.         Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor registrasi, pekerjaan pasien, dan nama penanggungjawab.

2.         Riwayat Kesehatan
a.    Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan Penyakit Paru Obstriksi Kronik (PPOK)  didapatkan keluhan berupa sesak nafas.
b.    Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan PPOK biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
c.    Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah sebelumnya pasien pernah masuk RS dengan keluhan yang sama.
d.    Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang sama.
e.    Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.

3.         Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
a.    Bernafas
Kaji pernafasan pasien. Keluhan yang dialami pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik ialah batuk produktif/non produktif, dan sesak nafas.
b.    Makan dan Minum
Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan PPOK akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit.
c.    Eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
d.   Gerak dan Aktivitas
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
e.    Istirahat dan tidur
Akibat sesak yang dialami dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
f.    Kebersihan Diri
Kaji bagaimana toiletingnya apakah mampu dilakukan sendiri atau harus dibantu oleh orang lain.
g.    Pengaturan suhu tubuh
Cek suhu tubuh pasien, normal(36°-37°C), pireksia/demam(38°-40°C), hiperpireksia=40°C< ataupun hipertermi <35,5°C.
h.    Rasa Nyaman
Observasi adanya keluhan yang mengganggu kenyamanan pasien. Nyeri dada meningkat karena batuk berulang (skala 5)
i.     Rasa Aman
Kaji pasien apakah merasa cemas atau gelisah dengan sakit yang dialaminya
j.     Sosialisasi dan Komunikasi
Observasi apakan pasien dapat berkomunikasi dengan perawat dan keluarga atau temannya.
k.    Bekerja
Tanyakan pada pasien, apakan sakit yang dialaminya menyebabkan terganggunya pekerjaan yang dijalaninya.
l.     Ibadah
Ketahui agama apa yang dianut pasien, kaji berapa kali pasien sembahyang, dll.
m.   Rekreasi
Observasi apakah sebelumnya pasien sering rekreasi dan sengaja meluangkan waktunya untuk rekreasi. Tujuannya untuk mengetahui teknik yang tepat saat depresi.
n.    Pengetahuan atau belajar
Seberapa besar keingintahuan pasien untuk mengatasi sesak yang dirasakan. Disinilah peran kita untuk memberikan HE yang tepat dan membantu pasien untuk mengalihkan sesaknya dengan metode pemberian nafas dalam.

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
2.      Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus, bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
3.      Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan akibat sesak, pengaturan posisi dan pengaruh lingkungan.
4.      Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
C.    INTERVENSI
1.         Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
     Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan jalan nafas kembali efektif
Kriteria Hasil :
a.       Menunjukkan jalan nafas yang paten
b.      Mampu mengidentifikasi dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas
c.       Suara nafas bersih, tidah ada sianosis dan dyspneu(mampu bernafas dengan mudah)
     Intervensi :
a.    Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor pulmonal.
Rasional:
Mencegah terjadinya dehidrasi
b.    Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan diafragmatik dan batuk.
Rasional :
Mengajarkan cara batuk efektif
c.     Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau IPPB
Rasional :
Mengatasi sesak yang dialami pasien
d.    Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok, aerosol, suhu yang ekstrim, dan asap.
e.    Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan pada dokter  dengan segera: peningkatan sputum, perubahan warna sputum, kekentalan sputum, peningkatan napas pendek, rasa sesak didada, keletihan.
Rasional :
Pemberian tindakan pengobatan selanjutnya
f.    Berikan antibiotik sesuai yang diharuskan.

2.         Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus, bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
     Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan ketidakefektifan pola nafas pasien dapat teratasi
Kriteria Hasil :
a.    Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal
b.    Bunyi nafas terdengar jelas.
     Intervensi :
a.    Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.
Rasional :
Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
b.   Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.
Rasional :
Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.
c.    Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).
Rasional :
Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.
d.    Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
Rasional : 
Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
e.     Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan
Rasional :
Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia.
          
3.         Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan akibat sesak, pengaturan posisi dan pengaruh lingkungan.
     Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan istirahat dan tidur pasien terpenuhi.
Kriteria hasil :
a.       Pasien tidak sesak nafas
b.      Pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa mengalami gangguan
c.       Pasien dapat tertidur dengan mudah dalam waktu 30-40 menit
d.      Pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8 jam per hari.
     Intervensi :
a.     Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien.
Rasional :
Posisi semi fowler atau posisi yang menyenangkan akan memperlancar peredaran O2dan CO2.
b.    Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan kebiasaan  pasien sebelum dirawat.
Rasional :
Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur akan mengganggu proses tidur.
c.    Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur.
Rasional :
Relaksasi dapat membantu mengatasi gangguan tidur.
d.   Observasi gejala kardinal dan keadaan umum pasien.
Rasional :
Observasi gejala kardinal guna mengetahui perubahan terhadap kondisi pasien.

4.         Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
     Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan asupan nutrisi dapat terpenuhi.
                   Kriteria Hasil :
a.    Peningkatan berat badan
b.    Berat badan ideal  sesuai dengan tinggi badan
     Intervensi :
a.     Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.
Rasional :
Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya, kebiasaannya, agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
b.     Auskultasi suara bising usus.
Rasional :
Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya gangguan pada fungsi pencernaan.
c.    Lakukan oral hygiene setiap hari.
Rasional :
Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan.
d.    Sajikan makanan semenarik mungkin.
Rasional : 
Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu makan.
e.    Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional :
Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak selingan memudahkan reflek.
f.    Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diet TKTP.
Rasional : 
Diet TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan pembentukan antibody karena diet TKTP menyediakan  kalori dan semua asam amino esensial.
g.   Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan pemeriksaan laboratorium alabumin dan pemberian vitamin dan suplemen nutrisi lainnya (zevity, ensure, socal, putmocare) jika intake diet terus menurun lebih 30 % dari kebutuhan.
Rasional :
Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat menambah asam lemak dalam tubuh.

C.    IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ; ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada pasien (Budianna Keliat, 1994,4).

D.    EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (US. Midar H, dkk, 1989).
Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien :



Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "Download Asuhan Keperawatan PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)"

Terima Kasih Sudah Berkomentar