Pasar Industri Bebas Ancam Perekonomian Indonesia
Globalisasi merupakan salah satu isu kontemporer yang paling menarik untuk
dijadikan kajian dalam sebuah diskusi karena ketika berbicara tentang
globalisasi artinya juga berbicara tentang keseluruhan aspek-aspek dalam
kehidupan manusia mulai dari aspek politik, social, budaya, hokum, pendidikan
hingga aspek yang paling vital bagi kehidupan manusia: aspek ekonomi.
Globalisasi juga mampu menghilangkan batas-batas yang dimiliki oleh sebuah
Negara mulai dari batas territorial, suku, bangsa, agama hingga budaya
sehingga hubungan antarnegara baik bersifat kooperatif maupun kompetitif
mampu berjalan dengan baik.
Di bidang ekonomi, globalisasi
mampu menciptakan tren yang mulai menjangkiti negara-negara
di dunia terutama negara-negara kapitalis yakni perdagangan bebas atau free
trade karena terdorong keinginan negara-negara melakukan perdagangan
internasional dengan lebih mudah. Perdagangan bebas adalah sebuah konsep
ekonomi yang mengacu pada harmonized commodity description dimana penjualan
produk antarnegara tanpa pajak ekspor-impor atau hambatan perdangangan
lainnya. Dengan kata lain, tidak adanya hambatan yang ditetapkan pemerintah
dalam perdagangan antar-individu atau perusahaan di negara yang berbeda. Saat
ini, perdagangan bebas menimbulkan persaingan ketat diantara negara-negara di
dunia sehingga mempersulit posisi negara-negara dengan kondisi ekonomi
menengah kebawah.
Indonesia
menganut sistem ekonomi kerakyatan yang merupakan sistem ekonomi berbasis
pada kekuatan ekonomi rakyat dimana ekonomi rakyat sendiri adalah sebagai
kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh rakyat secara swadaya
mengelola sumberdaya ekonomi yang selanjutnya disebut sebagai usaha kecil
menengah yang meliputi sector pertanian, peternakan, kerajinan, dsb. Dengan
kata lain, konsep ekonomi kerakyatan dilakukan sebagai sebuah strategi untuk
membangun kesejahteraan dengan lebih mengutamakan pemberdayaan masyarakat.
Definisi lain dari Ekonomi kerakyatan menurut Konverensi ILO169 pada tahun
1989 yakni ekonomi tradisional yang menjadi basis kehidupan masyarakat lokal
dalam mempertahankan hidupnya. Gagasan ekonomi kerakyatan dikembangkan
sebagai upaya alternative dari para ahli ekonomi Indonesia untuk menjawab
kegagalan yang dialami oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia dalam
menerapkan teori pertumbuhan.
Pemerintah Indonesia
melalui Menteri Perdagangan pada tanggal 28 Februari 2009 bersama sejumlah
Menteri Perdagangan ASEAN, Australia, dan Selandia Baru telah menandatangani
Persetujuan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru. Selain itu,
perjanjian ASEAN-China sudah dimulai sejak bulan Januari 2010. Artinya,
Indonesia dengan sisstem ekonomi kerakyatannya sudah mulai membuka diri
dengan perdagangan bebas. Sikap keterbukaan ini menimbulkan banyak pro dan
kontra. Menurut Menteri Koodinator Bagian Perekonomian, Hatta Rajasa, sebenarnya
Indonesia menolak pasar bebas karena pasar bebas merupakan sebuah mekanisme
pasar yang tidak mampu mengontrol sebuah keserakahan yang akhirnya berujung
pada ketidakadilan. Pasar bebas tak mampu memperbaiki distorsi pada dirinya
kecuali kehadiran visible hand, yaitu negara.
Hal ini dibuktikan
dengan analisis perjanjian ASEAN-Australia-Selandia Baru yang merugikan
Indonesia, sebab sebelum adanya perjanjian ini, neraca perdagangan non migas
selalu negatif. Artinya, tanpa perdagangan bebas pun, Indonesia banyak
mengimpor barang dan dapat dipastikan ketergantungan impor Indonesia akan
semakin tinggi. Selain itu, ditinjau dari perjanjian ASEAN-China membuat
China lebih dominan dari Negara-negara Asean dalam persaingan perdagangan
bebas yang berdampak pada tidak seimbangnya neraca perdagangan antara China
dengan Negara-negara ASEAN termasuk Indonesia. China agresif mendorong ekspor
ke luar negeri dengan kebijakan bersaing dan menetapkan tariff pajak hingga
nol persen. Akibatnya, biaya produk ekspor China jauh lebih murah dan mampu
membanjiri pasar-pasar di Indonesia. Hal ini menyebabkan Indonesia seakan
dipaksa menampilkan produk-produk yang memiliki keunggulan komperatif
tertentu jika ingin mempertahankan eksistensinya sebagai pelaku perdagangan
bebas
Mengacu
dokumen ACFTA, tujuan perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China untuk
memperkuat dan meningkatkan kerjasama perdagangan kedua pihak dan
meliberalisasikan perdagangan barang dan jasa melalui pengurangan atau
penghapusan tariff atau bea masuk. Juga untuk mencari area baru dan
mengembangkan kerjasama ekonomi saling menguntungkan serta memfasilitasi
integrasi ekonomi yang lebih efektif dengan negara anggota baru ASEAN dan
menjembatani gap yang ada di antara kedua belah pihak.
Industrialisasi di
negara berkembang pada umumnya dilakukan sebagai upaya mengganti barang
impor, dengan mencoba membuat sendiri komoditi-komoditi yang semula selalu
diimpor. Mengalihkan permintaan impor dengan melakukan pemberdayaan
produksi dari dalam negeri. Strategi yang pertama dilakukan adalah
pemberlakuan hambatan tarif terhadap impor produk-produk tertentu.
Selanjutnya disusul dengan membangun industri domestik untuk memproduksi
barang-barang yang biasa di impor tersebut. Ini biasanya dilaksanakan melalui
kerja sama dengan perusahaan-perusahaan asing yang terdorong untuk membangun
industri di kawasan tertentu dan unit-unit usahanya di negara yang
bersangkutan, dengan dilindungi oleh dinding proteksi berupa tarif.
Selain itu, mereka
juga diberi insentif-insentif seperti keringanan pajak, serta berbagai
fasilitas dan rangsangan investasi lainnya. Untuk industri kecil yang baru
tumbuh terutama di negara yang sedang berkembang. Industri yang baru dibangun
belum memiliki kemampuan yang memadai untuk berkompetisi secara frontal dengan
industri mapan dari negara-negara yang sudah maju. Industri negara maju sudah
berada di jalur bisnisnya dalam waktu yang sudah lama dan sudah mampu
melakukan efisiensi dalam proses-proses produksinya. Mereka mempunyai
informasi dan pengetahuan yang cukup tentang optimisasi proses produksi,
situasi dan karateristik pasar, serta kondisi pasar tenaga kerja sehingga
mereka mampu menjual produk yang berharga murah di pasar internasional tetapi
masih tetap bisa menghasilkan keuntungan yang memadai.
Dibeberapa negara, para produsen domestik mereka tidak hanya mampu
memenuhi kebutuhan pasar domestik tanpa tarif, akan tetapi juga untuk ekspor
ke pasar internasional. Hal ini bisa mereka lakukan karena mereka telah mampu
menghasilkan produk tersebut dengan struktur biaya yang murah sehingga harga
yang ditawarkan sangat kompetitif dan mampu bersaing di pasar luar negeri,
maka banyak pemerintahan negara-negara dunia ketiga yang tertarik dan
menerapkan strategi industrialisasi substitusi impor tersebut.
Perekonomian
nasional memiliki berbagai permasalahan dalam kaitannya dengan sektor
industri dan perdagangan:
(1) Industri nasional selama ini lebih
menekankan pada industri berskala luas dan industri teknologi tinggi.
Adanya strategi ini mengakibatkan berkembangnya industri yang berbasis impor.
Industri-industri tersebut sering terpukul oleh depresiasi mata uang rupiah
yang tajam.
(2) Penyebaran industri
belum merata karena masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Industri yang hanya
terkonsentrasi pada satu kawasan ini tentulah tidak sejalan dengan kondisi
geografis Indonesia yang menyebut dirinya sebagai negara kepulauan.
(3) Lemahnya kegiatan
ekspor Indonesia yang tergantung pada kandungan impor bahan baku yang
tinggi, juga masih tingginya tingkat suku bunga pinjaman bank di
Indonesia, apalgi belum sepenuhnya Indonesia diterima di pasar
internasional
(4) Komposisi
komoditi ekspor Indonesia pada umumnya bukan merupakan komoditi yang berdaya
saing, melainkan karena berkaitan dengan tersedianya sumber daya alam - seperti
hasil perikanan, kopi, karet, dan kayu. tersedianya tenaga kerja yang
murah – seperti pada industri tekstil, alas kaki, dan barang elektronik
(5) Komoditi
primer yang merupakan andalan ekspor Indonesia pada umumnya dalam bentuk
bahan mentah sehingga nilai tambah yang diperoleh sangat kecil. Misalnya
Indonesia mengekspor kayu dalam bentuk gelondongan, yang kemudian diimpor
lagi dalam bentuk mebel karena terbatasnya penguasaan desain dan teknologi.
(6) Masih
relatif rendahnya kualitas sumber daya manusia. Hal ini sangat dipengaruhi
oleh sistem pendidikan formal dan pola pelaksanaan pelatihan yang cebderung
masih bersifat umum dan kurang berorientasi pada perkembangan kebutuhan dunia
usaha. Selain itu, rendahnya kualitas sumber daya manusia akibat dari pola
penyerapan tenaga kerja di masa lalu yang masih mementingkan pada jumlah
tenaga manusia yang terserap. ketimbang kualitas tenaga manusianya.
Beberapa ahli menilai penyebab utama dari kegagalan Indonesia dalam
berindustri adalah karena industri Indonesia sangat tergantung pada impor
sumber-sumber teknologi dari negara lain, terutama negara-negara yang telah
maju dalam berteknologi dan berindustri. Ketergantungan yang tinggi
terhadap impor teknologi ini merupakan salah satu faktor tersembunyi yang
menjadi penyebab kegagalan dari berbagai sistem industri dan sistem ekonomi
di Indonesia.
Sistem industri
Indonesia tidak memiliki kemampuan pertanggungjawaban dan
penyesuaian yang mandiri. Karenanya sangat lemah dalam mengantisipasi
perubahan dan tak mampu melakukan
tindakan-tindakan pencegahan untuk menghadapi terjadinya perubahan
tersebut. Tuntutan perubahan pasar dan persaingan antar industri secara
global tidak hanya mencakup perubahan di dalam corak, sifat, kualitas, dan
harga dari komoditas yang diperdagangkan, tetapi juga tuntutan lain yang
muncul karena berkembangnya idealisme masyarakat dunia terhadap hak azasi
manusia, pelestarian lingkungan, liberalisasi perdagangan, dan
sebagainya. Gerak ekonomi Indonesia sangat tergantung pada arus modal asing
yang masuk atau keluar Indonesia serta besarnya cadangan devisa yang
terhimpun melalui perdagangan dan hutang luar negeri.
Kebijakan yang telah secara berkelanjutan ditempuh tersebut, teramati tidak
mampu membawa ekonomi Indonesia menjadi makin mandiri, bahkan menjadi
tergantung pada:
a. ketergantungan kepada pendapatan ekspor,
b. ketergantungan pada pinjaman luar negeri,
c. ketergantungan kepada adanya investasi asing,
d. ketergantungan akan impor teknologi dari negara-negara industri.
TANGGAPAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perdagangan bebas antara
indonesia-china semula menguntungkan bagi perekonomian rakyat indonesia,
namun pada saat di tanda tanganinya perjanjian menjelang diberakukannya ACFTA
indonesia harus mempersiapkan daya saing kerja dalam negri agar indonesia
siap menjalani pasar bebas nantinya.
Namun fakta nya pasar persaingan bebas membuat indonesia menjadi rugi,
petani-petani indonesia harus siap bersaing produk dengan negara-negara yang
mengikuti pasar persaingan bebas tak terkecuali cina tetapi, sebelum ada nya
pasar bebas ini indonesia mampu mengimpor barang dan dapat dipastikan
ketergantungan impor Indonesia akan semakin tinggi. Dalam kondisi ini, bisa
dipastikan jika pasar bebas dibuka, yang bertahan ialah negara yang sanggup
memproduksi barang dengan cara paling efisien alias murah meriah, dengan
kualitas setara bahkan lebih baik. Posisi inilah yang dimiliki China, yang
bisa menekan ongkos produksi serendah mungkin karena berbagai biaya faktor
produksi mereka yang lebih murah.
Indonesia mestinya mengadakan perdagangan bebas dengan negara-negara yang
perekonomiannya telah memasuki tahap industri lanjut (pasca-industry), bukan
dengan negara-negara berkembang. ne ara-negara berkembang tersebut tidak lagi
mengandalkan sektor pertanian, melainkan sudah beralih kepada industri
berteknologi tinggi seperti komputer dan perangkat lunak
komputer.
China bisa
merebut posisi unggulan ini lantaran penguasaan mereka atas teknologi
produksi kimia dasar, sehingga bisa tiap saat memasok bahan baku industri
manufakturnya dengan harga murah, tanpa tergantung impor. cina juga sangat
serius mereformasi birokrasi guna emberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme
(KKN), bahkan dengan menghukum mati para koruptornya.
|
0 Komentar untuk "Kliping Bahasa Indonesia Perdagangan Bebas dan Tanggapan"